Ini Hari Ulang Tahunmu

Ney
4 min readMar 15, 2022

--

Aku lebih siap untuk menghadapi dia yang ceria dan membawa gitar dengan kilatan antusias di wajahnya dibandingkan dia yang hanya tersenyum tenang dari balik kaca jendela mobil, mengajakku masuk dan duduk di kursi sampingnya.

Tak ada sepatah katapun keluar dari mulutnya bahkan ketika mobil yang ia jalankan sudah melaju sekitar 10 menit. Musik yang diputar di radio berasal dari playlist yang berisi lagu-lagu pilihan kami. Sekarang yang sedang kami dengarkan adalah lagu This Side of Paradise — Coyote Theory. Jalanan kota malam ini ramai seperti biasanya, lampu-lampu mobil tetap menerangi sisi-sisi kota dan suara motor yang menyelip dari kanan kiri mobil tetap terdengar, tapi udara di dalam mobil kecil ini jauh berbeda dengan keadaan di luar.

Rasanya tidak wajar. Berada di satu ruangan dengan Bintang namun tak ada percakapan mengalir dari kedua mulut kami, tak ada tawa penuh sesak yang menyelimuti. Aku merasa sedikit bersalah karena sudah sangat menggebu-gebu ketika ia menjemputku di rumah setengah jam lalu.

“Aku lagi sedih, gak apa-apa kan?” akhirnya terdengar suara selain nyanyian musisi dari radio. Ia menoleh ke arahku sebentar dengan senyum yang nampak sedikit dipaksakan sebelum kembali menatap jalanan lurus di hadapannya.

Suaraku tersangkut entah dimana, aku hanya dapat memperhatikan sosoknya yang memakai baju hangat malam ini dengan perasaan khawatir sekaligus lega?

“gak apa-apa….” aku tak yakin jawabanku terdengar olehnya, tapi aku sedikit tenang karena sudah mengetahui alasan dibalik kekosongan malam ini.

Lonely (Are you lonely?)
Passion is crashing as we speak
You seem so lonely
(Are you lonely?)

Lagi-lagi ia hanya menoleh ke arahku, namun kali ini tanpa mengatakan apa-apa dan hanya kembali menyunggingkan senyum yang sulit aku artikan. Sejujurnya aku bahkan tidak tahu ke mana kami akan pergi dan kelihatannya begitu juga dia beberapa waktu lalu. Sekarang tangan-tangannya terlihat menggenggam kemudi itu dengan lebih erat dan sorot matanya tak lagi kosong, ia sudah menemukan tujuan.

Ketika mobil berhenti di sebuah lampu merah, Bintang menghembuskan nafas sebelum akhirnya mengatakan, “maaf ya.” dengan intonasi yang lebih lembut dan tenang.

Kata maaf adalah suatu hal yang tidak pernah aku sangka akan ia katakan pada hari ulang tahunnya. Maaf? Untuk apa?

“Kenapa?”

“Karena dari tadi diem.”

Selama beberapa detik tak ada jawaban dariku hingga ia harus menoleh ke arahku lagi dengan senyum yang berbeda dengan tadi, sekarang sedikit canggung.

“Gak apa-apa… Lagian tadi kamu bilang lagi sedih.”

Ia mengangguk, “kenapa kamu daritadi gak nanya aku sedih kenapa?”

Perasaanku menjadi sedikit lega mendengar nada suaranya yang sudah kembali terdengar ada candaan di dalamnya, “aku kan nunggu kamu cerita, makanya gak nanya….”

“Hmmm…” kepalanya ia anggukkan sambil berdeham, “aku lagi ngerasa kosong dan kesepian hari ini.”

Lagi-lagi ada jeda antara percakapan kami. Bintang. Seseorang yang hadirnya saja bisa mengisi penuh hati orang-orang justru hari ini merasa hampa? Pada hari ulang tahunnya ini? Apa yang terdengar lebih sedih dari itu?

“Jadi,” ia melanjutkan seraya menancap gas karena lampu sudah berubah warna hijau, “maaf ya, hari ini harusnya kita seneng-seneng, tapi aku malah ajak kamu keliling kota tanpa tujuan yang jelas dan diem sepanjang jalan.”

“Aku gak apa-apa sumpah!!” jawabku buru-buru, merasa harus meyakinkan laki-laki ini bahwa aku sungguh tak masalah dengan semua sepi dan perjalanan tanpa arah ini, “gak ada yang mengharuskan kamu buat seneng-seneng hari ini, Bintang….”

Jawaban yang bisa ia berikan hanya berupa senyum hangat dan tepukan pelan pada pucuk kepalaku.

Kini baru terasa jelas bagiku, bahwa perjalanan tadi menggambarkan perasaannya malam ini. Hiruk pikuk dunia luar, tapi sepi dan kosong yang ia rasakan, dengan pikiran yang buram tanpa arah dan tujuan jelas.

Underneath the pale moonlight
Dreaming of a circus life
Carousels and ferris heights
I’ll be yours if you’ll be mine

Malam ini akhirnya mobil kami berhenti pada sebuah tempat makan kecil agak jauh dari kota, tapi cukup sering kami kunjungi. Pengunjungnya tidak banyak, dalamnya hangat, dan mereka biasa memutar lagu-lagu lawas, kesukaan Bintang. Mesin mobilpun akhirnya dimatikan, namun tak satupun dari kami keluar dari ruangan sempit itu.

“Makasih kadonya hari ini,” sebelum aku sempat bertanya apa maksudnya ia melanjutkan, “waktu. Itu kado dari kamu hari ini.”

Bukan aku yang seharusnya merasa sedih malam ini, tapi aku tidak pandai menutup-nutupi perasaanku atau setidaknya begitu kata orang.

“Makasih udah mau berbagi sedih dan sepi kamu hari ini.”

Hanya itu yang bisa aku ucapkan padanya dan sungguh, memang hanya itu yang bisa aku berikan juga untuknya.

No, no, no.” jarinya ia gerakkan di depan wajahku, “aku yang makasih lah! Makasih udah nemein yaaaaa. Sekarang mending kita makan karena aku capek nyetir dari tadi. Aku yang traktir karena aku yang ulang taun dan kamu harus makan!”

Padahal hari ini ulang tahunnya, tapi aku yang merasakan segala perasaan campur aduk hingga hampir-hampir meledak. Aku yang diberikan segala bentuk hadiah. Aku yang mendapatkan keberuntungan luar biasa karena bertemu denganmu.

Bintang, malam ini seutuhnya milikmu. Kamu berhak merasakan apapun yang mengetuk dan meminta hadir menemanimu, kamu tak perlu memaksa bahagia menjadi salah satu tamu untuk hadir, mungkin hanya sepi yang mau berkunjung, dan itu tak apa. Sepimu tak sendiri.

So if you’re lonely, no need to show me
If you’re lonely, come be lonely with me

--

--

Ney

Meet me during the rainy days on autumn. ig: pinkishkies